Thursday, November 19, 2009

Surat Terakhir

Aku tersenyum, memeluk erat boneka ku. Tak sabar melihat ibuku di dalam. Tapi aku binggung, mengapa ayah terlihat begitu cemas?

Kehadirannya dalam hidup kami bagai sebuah pelangi yang memberi banyak warna. Derap kaki kecil, tangisan dan rengekan, teriakan antusiasme nya selalu memenuhi rumah. Aku bangga padanya, aku sayang padanya. Teman baikku, sahabat hidupku. Dia adalah adikku seorang, Marilyn.

Aku ingat saat-saat kami berjalan menyusuri pasir pantai yang terasa lembab. Kami merasakan terpaan angin memainkan rambut kami. Kami tertawa, kami berlari. Saat itu aku sadar, senyum di wajahnya, itu yang terpenting bagiku.

Suatu malam ia datang padaku. Ia menangis tersedu-sedu. Aku binggung. Apa yang telah terjadi pada adikku? Ternyata seorang bocah lelaku telah menorehkan luka di hatinya. Ia tak berhenti menangis dan berkata padaku bahw ia tak akan lagi mencintai seorangpun. Aku hanya tersenyum dan memeluknya. "Marilyn, jangan kamu berkata seperti itu. Suatu hari nanti kau pasti mengerti apa arti mencintai dan dicintai." Ia kemudian terlelap setelah tenaganya terkuras habis untuk menangis.

Ia bertumbuh makin dewasa dan ia telah menduduki bangku SMP kini. Ia tertawa begitu bahagia dan datang ke dalam kamarku. Ia baru saja terpilih menjadi ketua osis di sekolahnya. Ternyata kerja keras kami tadi malam membuahkan hasil yang sangat besar. Walau kami harus tidur jam 1 pagi untuk mempersiapkan pemilihan ketua osis hari inim aku tidak menyesal. Aku bangga padanya.

Suatu hari semua perasaan di hatiku berubah, semua kehidupan kami tidak lagi sama. Aku menemukan dirinya tergeletak di lantai kamarnya. Aku berteriak, memanggil ibu. Ia pun dilarikan ke reumah sakit. Aku dan ibu tidak kunjung tenang, hati kami resah menunggu sang dokter. Saat dokter itu keluar dan memberi tahu keadaan Marilyn, saat itu juga ayahku datang. "Sepertinya kuta harus melakukan pemeriksaaan lebih lanjut. Karena penyakit ini sepertinya bukan penyakit biasa." ujar sang dokter. Adikku pun diperiksa lebih lanjut dengan alat-alat yang menempel di tubuhnya. Hatikku terasa teriris melihat adikku terbaring tidak berdaya.

Ia koma selama seminggu. Aku sangat merindukan tawa cerianya.Aku ingin bercanda lagi dengannya. Kapankah ia sadar? Kapan ia bisa tersenyum lagi? Semua pertanyaan berkecamuk di pikiranku, menghancurkan hatiku!

Ternyata setelah semua hasil pemeriksaan keluar, kami baru tahu setelah 13 tahun bahwa ia mengalami kelainan di jantungnya. Dokter berkata." Alat yang dipasang di tubuhnya kini adalah penopang hidup Marilyn. Jika alat ini di lepas, ia tak akan lagi bertahan di dunia ini, tetapi jika tidak dicabut, ia akan tetapi terbaring koma selama alat ini ada ditubuhnya. Semua keputusan ada di tangan bapak dan ibu."
Aku tak lagi bisa menahan air mataku. Pupuslah harapanku untuk melihatnya tertawa lagi.

Ayah dan ibu mengambil keputusan dengan sangat berat hati, mereka akan mencabut alat itu dari tubuh adikku. Hari ini adalah hari terakhir bagiku untuk melihatnya. Hari ini alat itu akan dicabut. Aku berdiri di sebelahnya, memegang tangannya, memandangnya dengan mata berkaca-kaca. Tiba-tiba aku merasakan genggaman di tanganku dan kemudian terlepas.

Ia telah pergi...

Dua minggu setelah kepergiannya, kami membereskan kamarnya. Aku menemukan secarik surat dalam kotak kenangannya yang berwarna biru. Aku melihat sebuah nama Michaela di atas kertas tersebut. Itu adalah namaku. Aku membuka surat itu dan aku tak kuasa untuk berhenti dan menahan air mataku.

"Kakak, mungkin saat kau membaca surat ini, aku sudah tidak ada lagi disebelahmu. Tapi aku ingin kakak tahu bahwa ini adalah yang terbaik. Aku sayang kakak, sampai kapanpun juga. Terima kasih atas segalanya. Terima kasih atas perhatian, kasih sayang, dan semua yang telah kakak berikan padaku. Anugrah terbesar di dalam hidup ku adalah memiliki kakak seperti mu. Kau adalah kakak terbaik di dunia. Kakak harus berjanji padaku, kakak boleh melupakanku, tapi kakak tidak boleh menangis lagi karena ku,. Kakak janji ya, jangan sedih lagi. Sekali lahi, aku sayang kakak. Selamat tinggal, kak. Aku akan selalu mendoakan yang terbaik bagimu.

Dari adikmu yang selalu menyusahkanmu,
Marilyn."


Aku tak mampu mengeluarkan kata sepatah kata pun. Aku janji padamu, Marilyn. Aku akan bahagia untukmu. Kau juga adalah adik terbaik di dunia. Aku sayang padamu, adikku.


27.10.09
c by: p.hilary

0 comments: